Minggu, 12 Februari 2012

MENGUAK SEJARAH PERKEMBANGAN ANYAMAN PANDAN PANINGGAHAN

Peta Kerajinan Anyaman Pandan Sumatera Barat
Foto: Koleksi Pribadi Penulis
Usaha kerajinan tradisional sebagai warisan budaya pada setiap suku bangsa Indonesia, cukup potensial dikembangkan. Bidang kegiatan tradisi bernilai ekonomi ini cukup potensial dalam penyerapan tenaga kerja. Disamping itu juga memberikan sumbangan bagi peningkatan pendapatan masyarakat.[1] Kerajinan yang dimaksud adalah proses pembuatan berbagai macam barang dengan mengandalkan tangan serta alat-alat sederhana di lingkungan rumah tangga. Keterampilan di dapat dari proses sosialisasi dari generasi secara informal. Bahan baku didapatkan dari alam sekitarnya.[2] Bagi daerah Sumatera Barat banyak faktor yang dapat menunjang pengembang produk industri kecil dan kerajinan antara lain:
1. Sumber alam berupa bahan baku berbagai jenis kayu, bambu, rotan bahan anyaman, hasil laut, bahan mineral dan sebagainya. 2. Sumber daya manusia yang tersedia, dengan tingkat upah relatif murah. 3. Keanekaragaman budaya tradisional yang spesifik dan memiliki nilai seni cukup tinggi. 4. Motif berbagai ragam flora dan fauna. 5. Perkembangan pariwisata yang cukup berarti dapat menjadi sarana dan media promosi produk industri kecil dan kerajinan.[3]
Kerajinan anyaman di Sumatera Barat tersebar hampir disetiap daerah diantaranya; Kabupaten Agam, Solok, Padang Pariaman, Sawahlunto, Sijunjung, Pasaman dan Pesisir Selatan.[4] Di Kabupaten Solok kerajinan anyaman terdapat antara lain di Paninggahan Muaro Pingai, Bukit Kandung, Batu Bajanjang, Simpang Tanjung Nan IV, Kampung Batu Banyak, Bukit Sileh, Sei Nanam, Talang Babungo dan Salimat.
Apabila ditinjau dari bahan baku yang digunakan pengrajin. Di daerah Kabupaten Solok dapat dikelompokkan atas empat jenis bahan dasar yaitu; bambu, rotan, pandan dan mensiang yang dikenal juga dengan kumbuah.[5] Jika ditelusuri lagi daerah-daerah di Sumatera Barat yang mengembangkan kerajinan anyaman dengan bahan dasar pandan antara lain; Matur Mudik (Kabupaten Agam), Paninggahan, Muaro Pingai dan Bukit Kandung (Kabupaten Solok), Pakandangan, Ulakan, Koto Tinggi, Pakan Baru (Kabupaten Pariaman), Padang Laweh (Kabupaten Sawahlunto Sijunjung), Bonjol (Kabupaten Pasaman), Kambang (Kabupaten Pesisir Selatan).[6]
Dari ketiga daerah yang mengembangkan kerajinan anyaman berbasis bahan dasar pandan di Kabupaten Solok. Paninggahan merupakan daerah yang paling produktif mengembangkan kerajinan ini. Sebagai indikator dapat dilihat dari angka penyerapan tenaga kerja dan jumlah produksi yang tercatat di tahun 1983/1984. Dimana Paninggahan menempati urutan teratas dengan menghasilkan 20.000 M2 dan menyerap 1.000 orang tenaga kerja perempuan. Disusul Muaro Pingai yang menghasilkan 3.000 M2 yang menyerap 150 0rang tenaga kerja perempuan. Berikutnya diikuti Bukit Kandung yang menghasilkan 1.200Mmenyumbang penyerapan tenaga kerja perempuan 50 orang .[7]
Dengan catatan angka-angka tersebut tampak perbandingan yang sangat mencolok baik  dari sisi jumlah hasil produksi maupun sumbangan penyerapan tenaga kerja perempuan antara Paninggahan dengan Muaro Pingai dan Bukit Kandung. Sebagai ukuran sebuah statistik bolehlah untuk sebuah perbandingan produktifitas. Namun penulis tetap meragukan catatan-catatan angka tersebut. Sebab hingga tahun 1980-an aktivitas menganyam masih banyak dilakoni perempuan daerah ini, meskipun tidak lagi seperti ditahun 1970-an hingga kurun waktu sebelumnya. Bagaimana tidak, pada setiap hari pasar (kamis) di pasar nagari Paninggahan sebuah areal pasar terdapat khusus sebagai transaksi jual beli tikar pandan dari pengrajin kepada konsumen maupun ke pengepul. Kegiatan transaksi seperti itu terus terjadi setiap hari Kamis sebagai hari pasar daerah ini. Bahkan kalau terdesak akan kebutuhan pengrajin juga membawa tikar hasilnya anyamannya ke pasar Sumani di hari Minggu.

0 komentar:

Posting Komentar